
Pengusaha hotel dan restoran yang tergabung dalam Badan Pimpinan Pusat (BPP) Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) baru-baru ini mengungkapkan adanya kasus pemalsuan data elektronik yang menimpa 320 hotel di berbagai wilayah Indonesia. Kasus ini melibatkan pihak eksternal yang melakukan perubahan data atau informasi hotel pada platform Google Bisnis, menyebabkan kerugian dan kebingungan bagi calon tamu serta pengelola hotel.
Ketua Umum BPP PHRI, Hariyadi BS Sukamdani, menjelaskan bahwa kasus pemalsuan data ini tersebar di beberapa wilayah seperti Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan daerah lainnya. Dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin, 12 Agustus 2024, Hariyadi menegaskan bahwa tindakan kejahatan ini sesuai dengan Pasal 35 UU ITE, yang mengatur tentang pemalsuan data elektronik.
“Jadi bisa saya sampaikan bahwa pada 12 Agustus (2024) itu, kami mengalami apa yang disebut sebagai pemalsuan data elektronik. Jika kita mengacu pada UU ITE Pasal 35, kasus ini tepatnya adalah pemalsuan data elektronik yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu secara nasional,” ungkap Hariyadi.
Laporan sementara yang diterima BPP PHRI menunjukkan bahwa 320 hotel telah menjadi korban pemalsuan data ini. Namun, Hariyadi memperingatkan bahwa potensi kejahatan ini masih bisa menyasar hotel-hotel lain yang dikelola oleh organisasi yang menaungi pengusaha di bidang perhotelan, restoran, jasa boga, dan lembaga pendidikan pariwisata tersebut.
“Jadi kami mendeteksi sementara laporan yang sudah masuk. Hingga saat ini, sudah ada 320 hotel yang datanya telah diubah dalam platform Google Bisnis,” tambahnya.
Sebagai tindak lanjut atas kasus ini, BPP PHRI berencana melapor ke pihak kepolisian, khususnya Polri. Selain itu, laporan serupa juga akan diajukan oleh BPD dan BPC PHRI melalui Polda dan Polres di wilayah masing-masing untuk mempercepat proses penyelidikan dan penindakan terhadap pelaku kejahatan ini.
Modus operandi dari kejahatan ini adalah dengan mengubah nomor telepon hotel yang tertera pada Google Bisnis dengan nomor lain yang diduga milik pelaku. Hal ini bertujuan untuk mengarahkan calon tamu yang ingin melakukan reservasi untuk menghubungi nomor yang telah dimodifikasi tersebut. Selanjutnya, pelaku akan meminta calon tamu untuk mentransfer uang muka atau pembayaran ke rekening pelaku, yang pada akhirnya merugikan tamu dan hotel terkait.
“Kenapa hal itu terjadi? Hal itu terjadi karena platform Google Bisnis adalah platform yang terbuka. Jika kita tidak melakukan verifikasi, pihak luar bisa saja melakukan edit. Dalam hal ini, pihak yang tidak bertanggung jawab telah mengubah atau mengedit nomor telepon,” jelas Hariyadi.
Hariyadi juga menambahkan, “Kenapa nomor telepon diubah? Karena mereka mengarahkan calon tamu kepada nomor telepon pihak yang tidak bertanggung jawab ini, di mana dalam komunikasinya, jika tamu akan melakukan reservasi, maka diarahkan untuk mengirim uang muka atau pembayaran kepada rekening tertentu.”
Kasus ini menjadi peringatan bagi pengelola hotel untuk lebih waspada dan meningkatkan keamanan data mereka, terutama di platform-platform terbuka seperti Google Bisnis. Selain itu, tindakan cepat dan tegas dari pihak berwenang sangat diharapkan untuk menangkap pelaku dan mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.
 
            	                 
            	                 
            	                 
            	                 
            	                